Senin, 12 September 2011

WONG FEI HUNG TERNYATA ULAMA DAN PENDEKAR SEKALIGUS TABIB

Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung? Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China.
Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China. Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amiin. (kaskus.us)

Senin, 05 September 2011

INNALILLAAHI WA INNA ILAIHI ROOJI’UUN

BERITA DUKA

INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROJI'UN. Telah berpulang ke Rahmatulloh Hadhrotu Syekh KH. A. Shohibulwafa Tajul Arifin r.a (Abah Anom) Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya pada hari senin, 5 September 2011 M / 6 Syawal 1432 H pukul 11.45 WIB di Rumah sakit TMC Tasikmalaya.

Pagi hari ke- 6 Iedul Fitri di bulan syawal, bertepatan juga dengan HUT Pondok Pesantren Suryalaya ke- 106 ini (lihat surat edaran Milad Ponpes Suryalaya)
Almarhum seperti biasa menerima tamu para ikhwan/akhwat yang ingin bermusofahah setelah lebih dari dua jam beliau menerima tamu sejak pukul 07.00 Wib beliau kelihatan kelelahan maka H.Baban Ahmad Jihad SB.Ar selaku Sekretaris Pribadi Pangersa Abah sekaligus sebagai putra, meminta petugas agar Abah istirahat. Kemudian membawa almarhum ke rumah sakit TMC Tasikmalaya didampingi Umi dan keluarga untuk mendapatkan perawatan. Tepat pukul 11.45 WIB almarhum menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang ke 96 tahun..

Jenazah almarhum dibawa kembali ke Pondok Pesantren Suryalaya. Sesampainya di Pondok Pesantren Suryalaya, jenazah segera dimandikan, dikafani dan dishalatkan dilanjutkan dengan tahlil di madrasah oleh keluarga.

Para ikhwan dan akhwat secara berduyun memadati komplek Pondok Pesanten Suryalaya untuk melakukan ta'ziyah. hadir dalam kesempatan tersebut Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan, Bupati Tasikmalaya, H.UU Ruzanul Ulum ,Sekda Kabupaten Tasikmalaya H.Abdul Kodir,M.Pd,Kapolres Tasikmalaya serta DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Komandan Kodim 0612 Tasikmalaya Letkol Inf. Muhamad Muchidin.

Setelah jenazah almarhum dishalatkan di madrasah, sekitar pukul 17.30 WIB jenazah almarhum dibawa ke mesjid Nurul Asror untuk dishalatkan oleh para ikhwan dan akhwat lainnya yang sudah menunggu kedatangan jenazah almarhum sejak siang . Hingga berita ini dimuat para ikhwan dan akhwat masih melaksanakan shalat jenazah dan tahlil secara bergantian.

Rencananya jenazah almarhum Pangersa Abah Syekh KH. A. Shohibulwafa Tajul Arifin ra., akan dikebumikan besok pagi (selasa, 6/9/11) pukul 09.00 WIB di komplek pemakaman Suryalaya (Puncak Suryalaya) berdampingan dengan makam Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya Syekh KH. Abdulloh Mubarok bi Nur Muhmmad ra.
Kepada para Ikhwan TQN Pondok Pesantren Suryalaya yang tidak bisa datang untuk Ta’ziyah, supaya dapat melaksanakan shalat ghaib, tahlil serta do’a-do’a yang lainnya untuk almarhum.
Jenazah Almarhum di antara keluarga besar. Gubernur Jawa Bara

Label