Minggu, 29 April 2012

RUH ITU URUSAN TUHAN


Berbeda dengan jasmaniah kasar maupun halus (piranti keras dan lunak) Ruh bukan piranti dia Energi bagi manusia, Ruh adalah Energi Tuhan, yang mewakili Tuhan atas diri manusia, didalamnya terkandung sifat-sifat Tuhan demikian dikatakan bahwa manusia adalah makhluk Ruhaniah

Dalam Kitab Suci Al Qur’an banyak ayat yang menjelaskan duduk perkara soal ruh ini. Di antaranya menyatakan demikian:
1. Surat 15 (AL-HIJR) ayat 29
“Maka apabila Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku, hendaklah kamu tunduk sujud akan dia”
2. Surat 32 (AS-SAJ’DAH) ayat 9
“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari RuhNya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”

Dari dua bunyi ayat diatas menjelaskan akan diri manusia, jati diri manusia yang sebenarnya, manusia pada saat kondisi bayi (baru lahir kedunia) tidak memahami akan dirinya, ketika beranjak remaja menganggap diri sebatas fisik (jasmaniah) banyak sekali dari manusia sampai usia tua menganggap dirinya fisik (jasmaniah). Kondisi ini terjadi ketika manusia terjebak oleh hawa nafsunya, karena cintanya pada dunia yang demikian besar menyebabkan tertutup kesadarannya akan jati dirinya yang sesungguhnya, dalam kehidupannya didunia akal dan fikirannya hanya tertuju pada gemerlapnya dunia dengan sendirinya akhirat terabaikan. Sejauh mana keyakinan kita sebagai manusia akan ayat tersebut diatas.

Sebagai ayat pembanding untuk analisa ayat tentang Ruh berikut ini adalah :
Surat 15 (AL-HIJR) ayat 27
“Dan jin itu, Kami jadikan dia lebih dahulu, dari api yang beracun ”
Dalam 2 (dua) ayat diatas dikatakan
1. “Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku”
2. “Ia tiupkan padanya sebagian dari RuhNya”

Pada surat 15 (Al-Hijr) ayat 27 dikatakan bahwa jin itu dijadikan, sementara Ruh ditiupkan jelas disini bahwa jin itu dicipta (dibuat) oleh Tuhan sementara Ruh itu bukan ciptaan tapi bagian dari Ruh Tuhan, itu sebabnya Ruh itu kekal sebagaimana Tuhan. Begitupun jasad manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan alam semesta semua ciptaan Tuhan, hanya Ruh manusia saja yang bukan ciptaan melainkan bagian dari Ruh Tuhan, itu sebabnya pada diri manusia terkandung sifat keTuhanan. Hawa nafsu yang terkandung didalam Ruh manusia terdiri atas 4 (empat) level (tingkat) yaitu :
1. MULHALAMAH
2. RODHIYAH
3. MARDHIYAH
4. KAMILAH


MUTIARA ILMU-ILMU GAIB DO’A ARASY


Ini adalah DO’A ARASY yang ingin saya ceritakan untuk diamalkan tetapi bukan diijazahkan Jika ingin diijazahkan hendaklah mencari guru yang mengerti dan paham isi dari Do’a Arasy ini secara Arti dan secara Sirr-nya. Saya meralat apa yang saya tulis di blog dimana yang benar adalah tidak boleh dibaca lebih dari 3x dalam sekali duduk jika tidak ada hajat tertentu. Untuk pengijazahan yang saya pernah alami di amalkan setiap habis shalat fardhu sebanyak bilangan neptu hari kelahirannya selama bilangan neptu kelahirannya. Sebagai contoh jika hari lahirnya hari selasa maka neptunya 3 jadi dibaca sehabis shalat fardhu sebanyak 3 kali selama 3 hari dan setelah selesai membayar mahar kepada sejumlah anak yatim piatu yang telah di tentukan oleh Allah lewat isyarah guru sebesar kelipatan jumlah neptunya misal selasa neptunya 3 berarti 3 atau 30 atau 300 atau 3000 atau 30.000 dst….. pilih salah satu saja yang mungkin sesuai dengan mata uang negaranya masing-masing. Masalahnya jika tidak di bimbing oleh guru maka akan susah untuk menentukan jumlah dan siapa anak yatim yang berhak menerimanya. Dan Tidak boleh dipuasai untuk do’a ARASY nya dalam mengamalkannya karena do’a ini sudah suci yang merupakan tempat nurnya Muhammad SAW yang diistirahatkan.

.دعاء عرش بسم ا لله الرحمن الرحيم لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ, لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ, لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ الْمَتِيْنُ. رَبُّنَا وَرَبُّ أبَائِنَا الأَوَّلِيْنَ. لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ وَحْدَه‘ لاَ شَرِيْكَ لَه‘, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ دَائِمٌ لاَيَمُوْتُ أَبَدًا بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَإِلَيْهِ الْمَصِيْرُ وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. وَبِه نَسْتَعِيْنُ وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ شُكْرًا لِنِعْمَتِهِ, لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ إقْرَارًا بِرُبُوْبِيَّتِهِ. وَسُبْحَانَ اللّهِ تَنْزِيْهًا لِعَظَمَتِه. أَسْأَلُكَ اللّهُمَّ بِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى جَنَاحِ جِبْرِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَ بِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى مِيْكَائِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ . وَبِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى جَبْهَةِ إِسْرَافِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى كَفِّ عَزْرَائِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ سَمَّيْتَ بِه مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ وَأَسْرَارِ عِبَادِكَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ تَمَّ بِهِ الإِسْلاَمُ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ تَلَقَّاهُ أدَمُ لَمَّا هَبَطَ مِنَ الْجَنَّةِ فَنَادَاكَ فَلَبَّيْتَ دُعَاءَهُ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَكَ بِه شِيْثُ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ قَوَّيْتَ بِه حَمَلَةَ الْعَرْشِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اَسْمَائِكَ الْمَكْتُوْبَاتِ فِى التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيْلِ وَالزَّبُوْرِ وَالْفُرْقَانِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اَسْمَائِكَ إِلى مُنْتَهى رَحْمَتِكَ عَلى عِبَادِكَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ تَمَامِ كَلاَمِكَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه إِبْرَاهِيْمُ فَجَعَلْتَ النَّارَ عَلَيْهِ بَرْدًا وَّسَلاَمًا عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه إِسْمَاعِيْلُ فَنَجَّيْتَهُ مِنَ الذَّبْحِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه إِسْحَاقُ فَقَضَيْتَ حَاجَتَه‘ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه هُوْدٌ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ دَعَاكَ بِه يَعْقُوْبُ فَرَدَدْتَ عَلَيْهِ بَصَرَه‘ وَوَلَدَه‘ يُوْسُفَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه دَاودُ فَجَعَلْتَه خَلِيْفَةً فِى الأَرْضِ وَأَلَنْتَ لَه الْحَدِيْدَ فِى يَدِه عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ دَعَاكَ بِه سُلَيْمَانُ فَأَعْطَيْتَه مُلْكَ الأَرْضِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه أَيُّوْبُ فَنَجَّيْتَه مِنَ الْغَمِّ الَّذِيْ كَانَ فِيْهِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه عِيْسى ابْنُ مَرْيَمَ فَأَحْيَيْتَ لَه الْمَوْتى عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه مُوْسى لَمَّا خَاطَبَكَ عَلى الطُّوْرِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَتْكَ بِه أسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ فَرَزَقْتَهَا الْجَنَّةَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ لَمَّا جَاوَزُوْاالْبَحْرَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه الْخَضِرُ لَمَّا مَشَى عَلَى الْمَاءِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه مُحَمَّدٌ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلًَّمَ يَوْمَ الْغَارِ فَنَجَّيْتَه عَلَيْكَ يَارَبِّ. إِنَّكَ أَنْتَ الْكَرِيْمُ الْكَبِيْرُ. وَحَسْبُنَا اللّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَصَلَّى اللّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ وَعَلَى ألِه وَصَحْبِه وَسَلَّمَ.

FAIDAH DAN MANFAATNYA : 1. Barangsiapa yang membaca doa Arasy ini seumur hidupnya sekali terutama sering ( dawam ) maka akan diberikan kepada orang tersebut oleh Allah Ta’ala di hari kiamat, cahaya yang terang seperti cahaya bulan tanggal 14 belas ( purnama ) sehingga semua orang menyangka orang tersebut dari golongan nabi atau golongan malaikat. Dan akan dikasih Buroq sebagai kendaraan menuju ke surga dan juga tanpa di hisab dulu serta tanpa di siksa dulu. 2. Jika orang tersebut mempunyai banyak dosa sepert banyaknya air laut ditambah banyaknya tetesan hujan ditambah banyaknya dedaunan ditambah banyaknya tumbuhan dan hewan yang ada di alam ini akan di ampuni oleh Allah Ta’ala karena berkahnya do’a Arasy ini. 3. Pada Hari kiamat nanti akan menuju shirothol mustaqim seperti kilat yang menyambar untuk ganjarannya membaca do’a Arasy ini. 4. Barangsiapa membaca do’a Arasy ini maka akan dituliskan pahala untuk orang tersebut sebanyak pahala seribu kali menunaikan ibadah haji ditambah seribu kali menunaikan ibadah umroh yang Mabrur. 5. Jika dibacakan kepada orang yang sedang sakit maka akan disembuhkan oleh Allah Ta’ala dari sakitnya. 6. Barangsiapa yang mempunyai banyak kebutuhan sekali baik di dunia dan akhirat maka dengan membaca do’a Arasy ini akan dikabulkan dan dipenuhi kebutuhannya oleh Allah Ta’ala. 7. Barangsiapa yang membawa do’a Arasy ini maka sama saja dengan yang membacanya untuk pahalanya dan juga akan di jaga oleh Allah Ta’ala dari upaya semua musuh-musuh dan dari kemudhorotannya pemerintah yang berkuasa di dunia dan dari kemudhorotannya bangsa jin, syaithon, iblis dan sebangsanya. 8. Jika do’a Aray ini dibawa oleh seorang isteri akan dimulyakan oleh suaminya 9. Barangsiapa yang membaca do’a Arasy ini 5 kali maka tentu akan bermimpi berjumpa dengan Rosululloh SAW pada waktu tidurnya. ( catatan : mimpi ini tidak mesti penampaknnya berwujud orang tetapi bisa juga berwujud nur Muhammad ) 10. Banyak sekali faidah dan manfaatnya yang sebenarnya akan dirasakan sendiri oleh orang yang mengamalkannya juga tergantung dari niatnya untuk tujuan apa. Adapun manfaat yang saya tulis sebelumya juga saya ambil dari kutipan kitab An Nawadir. Insya Allah saya akan jelaskan lebih banyaknya lagi manfaatnya lain waktu tetapi jika anda paham dan mengerti isi dari Do’a Arasy ini baik secara artinya ataupun terlebih lagi secara sirr-nya, Insya Allah anda akan bisa mengamalkannya tergantung dari niat dan hajat anda. Sekian dari saya, kurang lebihnya mohon maaf, yang salah itu datangnya dari saya sedang yang benar itu datangnya dari Allah Ta’ala. Mohon diberitahukan jika ada yang salah dalam pengetikkan atau tulisan arabnya ke email saya di ahmad_8112@yahoo.com. Wassalamu’alaikum Wr Wb. @@@


RAMBU-RAMBU INDRA BATIN

Assalamualaikum wr.wb, ijinkan saya para sedulur semua untuk menuliskan catatan kecil, yang saya rangkum dari berbagai kitab ilmu hikmah yang saya pelajari selama ini untuk bahan perenungan bukan untuk diperdebatkan …. terima kasih…..selamat mengikuti……. Dalam satu hikayat, seorang santri suatu hari meminta ilmu kepada Kiyainya yaitu untuk mampu melihat setan. Setelah menjalani laku batin (tirakat yang cukup berat) santri tadi benar benar bisa melihat apa yang diinginkanya. Suatu saat dia bertemu dengan raja Iblis, karena Raja iblis tadi hendak mencelakainya,maka dilayangkannya tinjunya, maka raja iblis pun terjungkal, selanjutnya raja iblis marah marah lalu berkata sombong amat kamu mentang2 umur kamu tinggal 3o tahun lagi ya???. Al kisah, setelah mendengar perkatan raja iblis tersebut, santri timbul keyakinanya bahwa umurnya memang tinggal 30 tahun lagi, lalu ia mengkalkulasikan “kalau begitu yg 20 thn untk buat maksiat dan yg 10 tahun lagi untuk bertobat” katanya dalam hati…. Selanjutnya santri keluar dari pesantren dan memasuki dunia hitam. Namun baru memasuki tahun ke 3 ajal udah menjemputnya. Ia mati dengan Su’ul khotimah Naudzzubillah….! Itulah gambaran betapa liciknya setan dan iblis menggoda manusia. Bisa melalui wisik (bisikan gaib) atau berbagai cara lain.Sebagaimana dituturkan oleh Imam Al Ghazali bahwa setan memiliki 1001 cara untuk menyesatkan manusia diantaranya… 1. Manusia di cegah untuk ibadah 2. Apabila manusia dapat melintasinya atau melaluinya ditanamkan sifat ragu2 dalam beribadah 3. Bila berhasil yang ke2 dilaksanakan setan berusaha agar ibadat dilakukan dengan cepat 4. Jika 3 jebakan itu dapat dilalui ia biarkan penyempurnaan ibadahnya namun padanya ditanamkan sifat riya. 5. Jika tidak berhasil mulailah diseludupkan sifat ujub (menganggap ibadahnya semata mata karena dirinya bukan karena karunia ALLAH SWT. 6. Apabila pintu ujub tertutup maka akan dibukakan pintu ibadah pada Khalayak ramai sehingga mau tidak mau timbullah sifat riyanya.. 7. Apabila manusia tersebut tidak mau mengikuti kehendaknya maka setan berusaha membiskkan bahwa ia termasuk orang yang bahagia dan juga tidak ada pengaruhnya kalau Allah SWT telah mentakdirkan ia termasuk orang celaka.Maka apabila manusia dapat mengatasinya barulah ia selamat dari bujukan godaan dan rayuannya. Berdasarkan atas pengamatan saya , bahwa orang yang memiliki kewaskitaan dan ketajaman mata batin, maka ia memiliki keberhasilan dalam hidupnya. Logikanya, ia akan mampu menangkap apakah suatu pekerjaan yg dilakukannya nanti menimbulkan kebaikan atau keburukan. Namun apabila ketajaman mata batin sudah mapan, justru banyak sekali godaannya diantaranya akan tumbuh sikap pamer atau show, mabuk pujian dan lain sebagainya.Untuk itu ketajaman mata batin tersebut harus diimbangin dngn kerendahan hati kita serta Kesadaran Agama yang tinggi. Saya pernah mengesan nasehat seorang Alim yang Kasaf. ketika ada seorang paranormal yang berinisial x, yg saya nilai keterlaluan shownya, beliau berkomentar bahwa sebenarnya paranormal x, itu juga mendapat isarah dari Allah tentang hal tsb. Bedanya paranormal x itu mulutnya digas oleh nafsunya sedangkan para Ahli kasaf mulutnya justru direm oleh kerendahan hatinya. Kesimpulannya diam bukan berarti tidak tahu sedangkan cuap-cuappun belum tentu menghetahui yang sebenarnya. Pendek kata ada hal-hal yang harus dipatuhi jangan sampai kewaskitaan tersebut justru akan menyeret seseorang memiliki sifat riya. seseorang yang sudah diyakini org lain sebagai pribadi yg memiliki ketajaman indra batin berarti ia berada dalam ambang batas antara rendah hati dan riya atau pamer, Maka dari itu pandai-pandailah membawa kemampuan tsb. Rambu-rambu tsb jauh-jauh abad sudah ditancapkan oleh Nabi Muhammad SAW karena dalam haditsnya beliau sudah mengkhawatirkan pada akhir zaman nanti umatnya memiliki rasa ketergantungan terhadap ilmu ramal-meramal bukan ilmu kasaf. Sehingga banyak hadist memberikan upaya pencegahan seperti disebutkan : bahwa mendatangi tukang ramal menanyakan sesuatu yang gaib kepadanya kemudian apa yang diucapkan diyakininya maka sangsinya sholatnya 40 hari 40 malam tidak di terima oleh Allah SWT . Demikianlan catatan kecil ini saya buat untuk mengingatkan saya dan para sedulur semua untuk memiliki kerendahan hati dan selalu waspada terhadap tipu daya setan dan antek-anteknya yang berhusaha menjerumuskan manusia menuju jurang kesesatan. Wassallam. @@@


CARA BERTEMU JIN PENGHUNI PEKARANGAN

Caranya sholat hajat 2 rekaat terus tawasul kepada nabi muhammad,sahabat 4, malaikat 4, syeh abdul qodir jaelani, nabi khidir, wali songo, dan penghuni gaib yang mau kita panggil diteruskan bakar hio 7 batang dan kemenyan madu 7 buah diteruskan baca surat Al JIN 3 kali. Setiap ayat 6 surat al jin dibaca 1000 kali dan pabila genap 1000 kali maka lanjutkan ayat berikutnya sampai selesai jadi ayat 6 surat al jin dibaca sampai jumlah 3000 kali dari pembacaan surat al jinnya dan apabila usaha anda berhasil dan sukses maka semua penghuni pekarangan disekitar anda akan datang kepada anda. @@@ tempat harus bersih dan suci terutama harus remang2 jadi bacanya surat al jin bisa pake lampu minyak tempel ato juga lilin penghuni gaib ini bisa untuk jaga pekarangan rumah, melancarkan usaha, dan membantu hajat kita agar cepat berhasil dan terlaksana dengan mudah.@@@ *


**BERBAGAI ILMU KIRIMAN KI BAYU DIGDOYO (BAYUMALMSTEEN@GMAIL.COM) ****

ILMU GUNTING TINGKAT PUNCAK
Sangat ampuh untuk melumpuhkan lawan. puasa tujuh hari tujuh malam, hanya makan nasi putih dan minum air putih. Mantra ini harus dibaca setiap jam 12 malam. ” YA HU SIKIRING SABARANG, SIJOKO KEMTURU TANGIO, BESET KULITE, PEGAT OTOTE, PREK LIMPREK SARANDU AWAKMU KABEH. 777 X “.

ILMU KEKEBALAN SENJATA API
Selama tujuh hari tujuh malam, hanya makan nasi putih saja. Sementara pada hari kedelapan puasa total yakni tidak makan, minum dan tidur, serta harus berada ditempat yang gelap sehari semalam. Do’a yang harus dibaca setiap 12 jam malam adalah : ” DAYAQUWATI ‘INDADIIL ‘ARSYILMAKIN”. 1000X dan “YAA ROHMAN dan YAA RAHIIM sebanyak 1000X “.


ILMU KEKEBALAN SAJAM
Kebal dari senjata tajam ( anti bacok dan tusuk). Lakunya : puasa 7 hari mutih ( malamnya hanya berbuka nasi dan air putih saja) Do’a dibawah dibaca sehabis sholat lima waktu, sehabis sholat subuh dibaca 100 kali, sedangkan sehabis sholat dhuhur, ashar, maghrib dan isya’ dibaca 21 kali. Setelah selesai puasa lakukan khataman dengan mengadakan syukuran yang sesajinya terdiri darai buah- buahan. ” WALAQAD AATAINA DAAWUDA MINNA FADLAH. YA JIBAALU AWWIBI MA’HUUWATH THAIRA WA ALANNAALAHUL HADID”.


ILMU DEBUS JAWARA
Berguna sebagai manusia seribu jarum ditusuk tidak keluar darah, tahan pukulan benda tumpul. Lakunya : puasa biasa 7 hari. Do’a dibawah dibaca sehabis sholat subuh dan maghrib : ” BISMILLAHIRROHMANIRRAHIM, WALAQOT ATAINA DAWUDA MINNA FATLA ( 41X ). BISMILLAHIRROHMANIRRAHIM, WEDUK WEDAK WERKU WOSO ORA KTINGGALAN KAWANA-WANA, SINGA PENGHABISAN, PERBAWANE KOYO ANGIN TOPAN. YA HU ALLAH. YA HU ALLAH. YA HU ALLAH, LA CHAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAHI’ALIYIL’ADHIM ( 41X) “. terakhir baca sekali pada air kembang dibuat mandi , langsung bisa ditest. @@@


DZIKIR NAFAS

A. CARANYA : a. Bersuci dahulu. b. Duduk bersila atau duduk dikursi didalam ruangan yang bersih. c. Posisi badan tegak, kepala lurus dengann tulang punggung dan semua otot-otot dikendorkan. Mata terpejam, mulut tertutup rapat dan lidah sedikit ditekuk diatas. d. Pusat kosentrsi pada jantung. Bayangkan jantung adalah masjid dan anda duduk didalamnya. e. Ucapkan dalam hati selama melakukan hal tersebut diatas : – Laila hailalloh , Laila … (sampai 10 menit dengan irama “ajeg” (rutin).Waktu menyedot nafas ucapkan “Laila hailalloh” dan waktu menghembuskan nafas ucapkan pula “Laila hailalloh”. Lebih lama akan lebih baik lagi. Bagi yang sudah terbiasa bisa melakukan hingga satu jam. f. Setelah itu ucapkan takbir berkali-kali (Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar … Dst). – Waktu menghirup nafas baca ” Allohu Akbar” dan waktu menghembuskan nafas juga membaca ” Allohu Akbar” hingga 10 menit atau lebih. Sikap duduk tetap seperti diatas. g. Terakhir kali ucapkan secara terus menerus ” Alloh, Alloh, Alloh, Alloh … dst. Sampai sekuat anda. Ucapan didalam hati saja bersamaan dengan detak jantung. Yang terakhir ini bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, berjalan, bekerja, santai dan bahkan bisa dilakukan sambil tiduran.

B. PENJELASAN : Bila dzikir nafas tersebut dilakukan secara rutin atau “ajeg”, paling tidak sehari satu kali atau setiap selesai sholat fardhu, maka dalam satu tahun anda akan menjadi orang yang sakti pilih tanding. Anda bisa mengobatai orang sakit , sakit apa saja, dengan kekuatan tenaga dalam hasil dzikir nafas. Dan dalam beladiri anda akan mudah melumpuhkan lawan. Anda tidak akan mudah kena ilmu sihir, teluh atau tenung , gendam, dan sebagainya. Dan anda tidak mudah diganggu Roh Jahat. Bila anda sering melakukan dzikir nafas anda tidak mudah terserang penyakit. Orang yang rajin dzikir nafas apabila di terawang (dengan ilmu keghoiban) maka orang tersebut akan nampak bersinar terang, putih kebiru-biruan. Hal tersebut diatas akan lebih baik lagi apabila dikombinasikan dengan puasa sunnah senin-kemis atau puasa sunnah lainnya dan melakukan sholat, serta menjauhi segala kemungkaran.

ASMA TAPAK SAKTI, PUKULAN AMPUH
Mantranya : TAWAKALTU YA KHUDAMA HADZIHIL ASMA’I Lakunya : dibaca sehabis sholat fardhu 7 x tanpa nafas lalu tiupkan ke tangan.

ASMA PENAMBAH KEPEKAAN
Bathin, tangan, Beladiri ghoib, tapak seribu. Mantranya : RABBI LATADARNI FARDAN WA ANTA KHOIRUL WARITSIN 313 X (sebaiknya sering diwirid atau setiap hari) lakunya : bacakan pada garam .lalu buat mandi dan minum atau disebar ke tempat latihan.

ASMA JURU PIJAT / TERAPI SENTUH ( AN MO)
Baca AL-FATIHAH 1 X , ALLOHUMMA ANTA SYIFAA’ MARIDHONA, LALU PIJAT /SENTUH ARIK REJEKI, USAHA LANCAR, PELARISAN DSB. Bacalah : “ALLOHUMMAGHFIRNI BIHALALIKA AN HAROMIKA WA AGHNINI BIFADLIKA AMMA SSIWAK “ 1000 X “ YAA ROHMAANU YAA ROHIIMU, YAA AZIIZU, YAA DHOHIIRU, YAA HANANU, YAA MANAANU DZAT KANG PARING WELAS” (sebutkan hajat nya ……..)

Ini Ilmu Yang banyak permintaan langsung saya share saja PANGGIL KHODAM TABIB, Mengisi air khodam penyembuhan / non medis

BISMILLAHIRROHMANIRROHIIM
BACA SYAHADAT 1 X BACA SHOLAWAT 1 X BACA AYAT KURSI 1 X BACA LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH YA ALLAH SAYA MOHON IZIN DAN RIDHO-MU UNTUK MEMANGGIL KHODAM PENYEMBUHAN (KONSENTRASI PADA NAMA/WAJAH GURU, SEBUT EMAK ..EMAK …EMAK …ISIKAN AIR INI UNTUK …………..(SEBUT TUJUANNYA) Lalu sediakan air putih diisi 3 kuntum mawar melati. Taruh air didalam kamar, kosongkan dan gelapkan selama 10 menit barulah dapat diambil dan siap digunakan untuk penyembuhan pasien/klien kita. Sebelum diminum pasien baca : BISMILLAH DAN SHOLAWAT 1 X Catatan : Bisa untuk segala keperluan atasi problem sulit jodoh, rejeki, sakit, kesurupan, usir jin dll. Air bisa diminum , cuci muka, mandi atau dipercikkan ke sasaran.


Sabtu, 28 April 2012

Berapa Lama Seseorang Dianggap Sebagai Musafir dan Mengqashar Shalatnya?

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, keluarga, para shahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat; Amma ba’du,

Berikut ini kami persembahkan sebuah tulisan untuk teman-teman yang sering safar atau berada di perantauan, yaitu tentang batasan berapa lama seseorang itu dianggap sebagai musafir dan mengqashar shalatnya.
Kami menulis ini ketika berada di tengah laut, yaitu di Anjungan Minyak Chevron di West Seno Lepas Pantai Makassar, yang mana kami menyarankan kepada teman-teman di sini untuk mengqashar shalatnya karena mereka dihukumi sebagai musafir dan yang afdhal bagi musafir adalah mengqashar shalat.
Kami tulis permasalahan ini untuk teman-teman supaya jelas dan seseorang mengamalkannya dengan mantap dan yakin tanpa ada keraguan sedikitpun.
Harapan kami tulisan ini bermanfaat dan agar supaya kaum muslimin berlapang dada menyikapi perbedaan pendapat dalam masalah-masalah yang memang terbuka peluang untuk berijtihad di dalamnya dikarenakan tidak adalanya dalil yang shahih dan sharih (jelas) dalam permasalahan tersebut dan ini adalah salah satunya.
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan mengqashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar) ulama berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu. Namun para ulama yang lain berpendapat bahwa seorang musafir diperbolehkan untuk mengqashar shalat selama ia mempunyai niatan untuk kembali ke kampung halamannya walaupun ia berada di perantauannya selama bertahun-tahun. Karena tidak ada satu dalilpun yang shahih dan secara tegas menerangkan tentang batasan waktu dalam masalah ini. Dan pendapat inilah yang rajih (kuat) berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya:
Sahabat Jabir radhiyallahu anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tinggal di Tabuk selama dua puluh hari mengqashar shalat.
(HR. Imam Ahmad dll dengan sanad sahih).
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tinggal di Makkah selama sembilan belas hari mengqashar shalat.
(HR. Bukhari dll).
Abdurrahman bin Al-Miswar bin Makhramah mengatakan: “Kami tinggal bersama sahabat Sa’ad radhiyallahu anhu di sebagian desa negeri Syam selama empat puluh hari, beliau mengqashar shalat, sedang kami menyempurnakannya”.
(Riwayat Abdurrazzaq dan perawinya kuat).
Nafi’ rahimahullah meriwayatkan, bahwasanya Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu anhuma tinggal di Azzerbaijan selama enam bulan mengqashar shalat.
(Riwayat Al-Baihaqi dll dengan sanad sahih).
Berkata Hafsh bin Abdillah: “Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu pernah tinggal di negeri Syam selama dua tahun, beliau shalat seperti shalatnya musafir (maksudnya mengqashar)”.
(Riwayat Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf)
Berkata sahabat Anas radhiyallahu anhu: “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tinggal di negeri Ramahurmuz selama tujuh bulan, mereka semua mengqashar shalat”.
(Riwayat Al-Baihaqi).
Berkata Al-Hasan rahimahullah: “Aku tinggal bersama Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu anhu di Kabul selama dua tahun mengqashar shalat tanpa menjama’ shalat”.
(Riwayat Abdurrazzaq).
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah:
“Ini adalah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum sebagaimana kamu lihat dan inilah yang benar”.
[Zaadul Ma'aad, karya Ibnul Qayyim, jilid 3 halaman 491-492].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya selama empat hari tidak termasuk dua hari ketika masuk dan ketika pulang maka terputuslah keringanan (bagi musafir, seperti mengqashar shalat). Jika niatnya kurang dari itu maka tidak terputus.
Ini adalah madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i sebagimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, jilid 4 halaman 244.
Menurut Al-Imam An-Nawawi ini juga pendapat sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, Said ibnul Musayyib, Imam Malik dan Abu Tsaur.
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya lima belas hari bersama hari ketika masuk maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at). Jika berniat kurang dari itu maka mengqashar (shalatnya).
Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri dan Al-Muzani. Menurut Ibnul Mundzir ini juga pendapat sahabat Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Berkata Sufyan Ats-Tsauri dan Ashhabur Ra’yi (kaum pemikir): Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya lima belas hari bersama hari ketika keluar maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at). Jika berniat kurang dari itu maka mengqashar (shalatnya).
Pendapat ini diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, Said bin Jubair dan Al-Laits bin Sa’ad, berdasarkan apa yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibnu Umar dan sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhum bahwasanya keduanya berkata: “Jika kamu telah sampai (ditempat tujuan) dan dalam dirimu (ada niat) untuk menetap di sana selama lima belas malam maka sempurnakanlah shalat”.
Pendapat seperti ini juga diriwayatkan dari Said ibnul Musayyib.
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 148].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya selama dua belas hari maka harus menyempurnakan shalatnya (tidak boleh mengqashar). Jika berniat kurang dari itu maka tidak menyempurnakan shalatnya (maksudnya mengqashar shalatnya).
Ini adalah pendapat sahabat Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma dalam salah satu versi riwayatnya, Al-Auza’i dan Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya sembilan belas hari maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at). Jika berniat kurang dari itu maka mengqashar (shalatnya).
Ini adalah pendapat sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma dan Ishaq bin Rahawaih.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam pernah tinggal dalam sebagian safarnya selama sembilan belas hari dan selama itu selalu shalat dua raka’at (qashar).
Berkata sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma: “Maka kami apabila tinggal (di tempat tujuan) selama sembilan belas hari kami shalat dua raka’at (qashar) dan jika lebih (maksudnya lebih dari sembilan belas hari) maka kami menyempurnakan shalat”. (HR. Al-Bukhari).
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 148-149].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya sepuluh hari maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at).
Ini adalah pendapat Al-Hasan bin Sholeh. Menurut Ibnul Mundzir ini juga pendapat Muhammad bin ‘Ali.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya lebih dari lima belas hari maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at).
Ini adalah pendapat sahabat Anas, Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhum dalam salah satu versi riwayatnya, Said bin Jubair dan Al-Laits.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya empat hari maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at). Jika berniat kurang dari empat hari saja maka mengqashar (shalatnya).
Ini adalah pendapat Al-Imam Ahmad dalam salah satu versi pendapatnya yang paling shahih dan ini juga pendapat Dawud.
Munurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni jilid 3 halaman 148, ini juga pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Abu Tsaur dan juga diriwayatkan pendapat ini dari sahabat Utsman bin ‘Affan radhiyallahu anhuma.
Dalam versi yang lain Al-Imam Ahmad berpendapat jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya selama dua puluh dua kali shalat hari maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at). Jika berniat dua puluh satu kali shalat saja maka mengqashar (shalatnya). Dua hari ketika masuk dan keluar juga dihitung didalamnya.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244 dan Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 147-150].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya tiga hari maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at).
Menurut Ibnul Mundzir ini juga pendapat Said ibnul Musayyib.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Musafir mengqashar shalatnya (selama perjalanannya) sampai masuk daerah tempat tujuannya saja.
Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Basri dan juga Ibunda Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha berpendapat seperti ini.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Berkata Al-Hasan Al-Basri: “Shalatlah dua raka’at-dua raka’at (maksudnya mengqashar shalat) sehingga kamu sampai di sebuah negeri (atau daerah), maka (jika kamu telah sampai di sebuah negeri atau daerah) hendaklah kamu sempurnakan shalatmu dan berpuasalah”.
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 149].
Berkata Ibunda Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha: “Apabila kamu telah meletakkan bekalmu (maksudnya telah sampai di tujuan) maka sempurnakanlah shalat”.
Thawus apabila telah sampai di Mekkah shalat empat rakaat (tidak mengqashar).
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 149].
Jika berniat untuk tinggal di tempat tujuannya sehari semalam maka harus menyempurnakan (maksudnya menyempurnakan shalatnya empat raka’at dan tidak boleh mengqashar atau meringkas menjadi dua raka’at).
Ini adalah pendapat Rabi’ah.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Musafir mengqashar shalatnya selamanya sampai ia masuk ke negerinya atau daerahnya yang di sana ada keluarga dan hartanya.
Menurut Al-’Abdari ini adalah pendapat Ishaq bin Rahawaih. Berkata Al-Qadhi Abu Thayyib: “Diriwayatkan pendapat ini dari sahabat Abdullah ibnu ‘Umar dan sahabat Anas”.
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Jika musafir tinggal di sebuah daerah untuk menunggu selesainya urusan yang diperkirakan (selesai) sebelum empat hari (namun ternyata perkiraan itu meleset dan ternyata lebih dari empat hari) maka pendapat yang shahih menurut madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i adalah mengqashar shalatnya sampai delapan belas hari.
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad, mengqashar shalatnya selamanya (sampai urusannya selesai).
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad, ia adalah mukim (bukan musafir lagi).
[Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya Imam Nawawi, jilid 4 hlm 244].
Diriwayatkan dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata: “Harus menyempurnakan shalatnya orang yang tinggal (di tempat tujuannya) sepuluh hari. Dan orang yang selalu mengatakan, ‘aku akan keluar hari ini, aku akan keluar besok’ (maksudnya tidak ada kepastian kapan kepulangannya) maka mengqashar shalatnya sampai satu bulan.
Ini juga pendapat Muhammad bin Ali dan puteranya dan Al-Hasan bin Sholeh.
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 148].
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: “Jika kamu telah sampai di tempat tujuan dan kamu tidak tahu kapan keluar (pulang) maka sempurnakanlah shalat. Dan jika kamu selalu berkata, ‘aku akan keluar hari ini, aku akan keluar besok’, dan ternyata kamu tinggal di sana sampai sepuluh hari maka sempurnakanlah shalat.
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, jilid 3 hlm 148-149].
Dari sahabat Jabir berkata: “Nabi pernah tinggal di Tabuk selama dua puluh hari mengqashar shalat”.
[HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih].
[Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah Fi Fiqhil Kitabi Was Sunnatil Muthahharah, karya Syaikh Husain bin 'Audah Al-'Awayisyah, jilid 2 halaman 339].
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah mengomentari hadits Jabir di atas:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tidak mengatakan kepada ummat, ‘janganlah seseorang mengqashar shalat jika tinggal lebih dari itu’. Hanya saja saat kebetulan Beliau tinggal dalam jangka waktu tersebut. Tinggal ketika dalam safar ini tidak mengeluarkannya dari hukum safar, baik tinggalnya itu lama atau sebentar, selama ia tidak menetap di tempat yang ia tinggal tersebut atau bertekad untuk menetap di tempat tersebut. Terdapat perbedaan pendapat yang sangat banyak dalam masalah tersebut di kalangan Salaf dan Khalaf.
[Zaadul Ma'aad, karya Ibnul Qayyim, jilid 3 halaman 490].
Berkata Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah:
“Semua ini adalah termasuk permasalahan ijtihad”.
Beliau berkata pula:
“Pendapat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tidak bisa dijadikan hujjah dalam permasalahan yang terbuka peluang untuk berijtihad dan ini adalah salah satunya”.
[Nailul Authar, karya Al-Imam Asy-Syaukani jilid 6 halaman 177].
Berkata Sayyid Sabiq rahimahullah:
“Musafir itu mengqashar shalatnya selama safar. Jika tinggal (di tempat tujuan) karena keperluan yang ditunggu selesainya maka ia mengqashar shalat, yang demikian itu ia dianggap musafir walaupun tinggal selama bertahun-tahun. Jika ia berniat tinggal dalam waktu tertentu maka pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim adalah bahwasanya tinggalnya itu tidak mengeluarkannya dari hukum safar, baik tinggalnya itu lama atau sebentar, selama ia tidak menetap di tempat yang ia tinggal tersebut.
[Fiqhus Sunnah, karya Sayyid Sabiq, jilid 1 halaman 205-206].
Berkata Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam rahimahullah:
“Pendapat yang rajih (benar dan kuat) adalah bahwasanya seorang musafir tetap mengqashar dan menjama’ shalatnya selama tidak berniat tinggal (di daerah tersebut), walaupun dalam jangka waktu lama selama tidak berniat menetap dan memutuskan safarnya. Berkata Syaikhul Islam: “Musafir boleh mengqashar dan berbuka selama tidak bermaksud tinggal dan menetap”.
[Taudhihul Ahkam Min Bulughil Marom, karya Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, jilid 2 hlm 545].
Berkata Syaikhuna Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-’Utsaimin rahimahullah:
“Pemasalahan ini adalah termasuk permasalahan perbedaan pendapat yang banyak sekali pendapat-pendapat di dalamnya sehingga lebih dari dua puluh pendapat dari para ulama. Penyebabnya adalah tidak ada di dalamnya dalil pamungkas yang bisa memutuskan perselisihan. Karena inilah menjadi rancu di dalamnya pendapat para ulama”.
[As-Syarhul Mumti' 'Ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikhuna Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, jilid 4 hlm 374].
Beliau berkata pula:
“Akan tetapi apabila kita kembali kepada yang sesuai dengan apa yang tampak dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, kita akan mendapati bahwasanya pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam rahimahullah adalah pendapat yang shahih (benar), yaitu bahwasanya musafir adalah tetap musafir, baik ia berniat tinggal lebih dari empat hari atau kurang darinya. Yang demikian ini adalah karena keumuman dalil-dalil yang menjadi dasar atas ditetapkannya keringanan-keringanan safar bagi musafir tanpa batasan. Allah tidak memberikan batasan dalam KitabNya, demikian pula RasulNya tidak memberikan batasan waktu tertentu yang menjadikan terputusnya hukum safar”.
[As-Syarhul Mumti' 'Ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikhuna Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, jilid 4 hlm 375].
Beliau berkata pula:
“Pendapat yang rajih (benar dan kuat) adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, yaitu bahwasanya musafir adalah tetap musafir selama tidak berniat salah satu dari dua perkara:
1. Tinggal secara mutlak.
2. Menetap.
Perbedaan keduanya adalah:
Orang yang menetap adalah orang yang berniat menjadikan tempat tersebut sebagai negeri tempat tinggalnya.
Dan orang yang tinggal secara mutlak adalah orang yang datang ke sebuah negeri lalu melihat bahwa kegiatan di negeri tersebut pesat atau menuntut ilmu di sana cukup kuat kemudian ia berniat tinggal secara mutlak tanpa menentukan batasan waktu atau pekerjaan, akan tetapi niatnya ia mukim karena negeri tersebut membuatnya tertarik disebabkan banyaknya ilmu atau pesatnya perniagaan atau karena ia adalah seorang pegawai pemerintah yang ditugaskan sebagai duta besar misalnya, maka hukum asal dalam hal ini adalah tidak adanya safar, karena ia telah berniat menetap, sehingga kami katakan, ‘hukum safar telah terputus baginya’.
Adapun orang yang membatasi tinggalnya dengan suatu pekerjaan yang akan selesai (maksudnya pekerjaan akan selesai dalam jangka waktu tertentu) atau waktu yang akan selesai (maksudnya waktunya telah ditentukan dan telah diketahui batasnya), maka ini adalah tetap musafir dan tidak terlepas darinya hukum-hukum safar”.
[As-Syarhul Mumti' 'Ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikhuna Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, jilid 4 hlm 378].
Beliau berkata pula:
“Alangkah indahnya ucapan penulis kitab Al-Mughni rahimahullah ketika menyebutkan bahwa membatasi safar dengan jarak adalah pendapat yang marjuh (lemah), beliau berkata, ‘sesungguhnya memberikan batasan itu adalah tauqif’, maksudnya hal itu adalah termasuk batasan diantara batasan-batasan Allah yang membutuhkan dalil. Siapa saja yang memberikan batasan terhadap apa yang disebutkan secara mutlak oleh pembuat syari’at maka ia harus membawakan dalil, dan siapa saja yang mengkhususkan sesuatu yang disebutkan secara umum oleh pembuat syari’at maka ia harus membawakan dalil”.
[As-Syarhul Mumti' 'Ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikhuna Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, jilid 4 hlm 379].
Beliau berkata pula:
“Kami mempunyai satu tulisan tentang masalah ini yang kami jelaskan di dalamnya siapa saja yang memilih pendapat ini dari kalangan para ulama, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, Syaikhuna Abdurrahman As-Sa’diy dan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha. Bagaimanapun juga kami tidak menilai kebenaran itu dengan banyaknya ulama, akan tetapi kami menilai kebenaran itu apabila mencocoki (sesuai) dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah”.
[As-Syarhul Mumti' 'Ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikhuna Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, jilid 4 hlm 379].
Semoga Jelas dan Bermanfaat.

G H I B A H

Ghibah adalah penyakit hati yang memakan kebaikan, mendatangkan keburukan serta membuang-buang waktu secara sia-sia. Penyakit ini meluas di masyarakat karena kurangnya pemahaman agama, kehidupan yang semakin mudah dan banyaknya waktu luang. Kemajuan teknologi, telepon misalnya, juga turut menyebarkan penyakit masyarakat ini.
Lebih lanjut, ikuti penjelasannya berikut ini.

Hakekat Ghibah
Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan, nasab, tabiat, ucapan maupun agama hingga pada pakaian, rumah atau harta miliknya yang lain. Menyebut kekurangannya yang ada pada badan seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya. Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain-lain.
Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab: “Yang saya katakan ini benar adanya!” Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau, bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjing-kan, beliau menjawab: “Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya.” (HR. Muslim)
Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Ketika wanita itu sudah pergi, ‘Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lantas bersabda: “Engkau telah melakukan ghibah!” Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan cara jalan seseorang, cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena di samping mengandung unsur memberitahu kekurangan orang, juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.
Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian, sensor perasaan malu masya-rakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.
Macam dan Bentuk Ghibah
Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk, yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya’ seperti mengatakan: “Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini, semoga Allah menjagaku dari perbuatan itu.” padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain, namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya.
Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian, seperti mengatakan: “Betapa baik orang itu, tidak pernah meninggalkan kewajibannya, namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki, kurang sabar.” Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan: “Saya kasihan terhadap teman kita yang selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan.” Ucapan semacam ini bukanlah doa, karena jika ia menginginkan doa untuknya, tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak menguta-rakannya semacam itu.
Ghibah yang Diperbolehkan
Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang dimaksud-kan untuk mencapai tujuan yang benar, dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan:
Pertama :Melaporkan perbuatan aniaya. Orang yang teraniaya boleh mela-porkan kepada hakim dengan mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah, namun karena dimaksudkan untuk tujuan yang benar, maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
Kedua : Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar dari perbuatan maksiat, seperti mengutarakan kepada orang yang mem-punyai kekuasaan untuk mengubah kemungkaran: “Si Fulan telah berbuat tidak benar, cegahlah dia!” Maksudnya adalah meminta orang lain untuk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian, maka ucapan tadi adalah ghibah yang diharamkan.
Ketiga : Untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan: “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?” Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya: “Bagaimana hukum-nya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperboleh-kan?” Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.
Keempat : Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin . Contoh dalam hal ini adalah jarh (menyebut cela perawi hadits) yang dilakukan para ulama hadits. Hal ini diper-bolehkan menurut ijma’ ulama, bahkan menjadi wajib karena mengandung masla-hat untuk umat Islam.
Kelima : Bila seseorang berterus terang dengan menun-jukkan kefasikan dan kebid’ahan, seperti minum arak, berjudi dan lain sebagainya, maka boleh menyebut seseorang tersebut dengan sifat yang dimaksudkan, namun ia tidak boleh menyebutkan aib-aibnya yang lain.
Keenam : Untuk memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dengan sebutan si bisu, si pincang dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila memanggilnya dengan julukan yang ia senangi.
Taubat dari Ghibah
Menurut ijma’ ulama ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Allah Ta’ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga syaratnya, yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi.
Selanjutnya, harus diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatan-nya atas hak manusia, yaitu dengan menda-tangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatan-nya dan menunjuk-kan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicara-kannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya.
Kiat Menghindari Ghibah
Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan sulit diobati ini, ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan.
Pertama: Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.
Kedua: Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambilkan dari timbangan kejahatan orang yang digunjingkannya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu, niscaya seseorang akan berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.
Ketiga: Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain, sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
Keempat: Jika aib orang yang hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya sendiri, hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah menghindarkanndari aib tersebut, bukannya malah mengotori dirinya dengan aib yang lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.
Kelima: Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya, maka ia seperti orang yang makan bangkai saudaranya sendiri, sebagaimana yang difirmankan Allah: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (Al Hujuraat : 12)
Keenam: Hukumnya wajib mengingatkan orang yang sedang melakukan ghibah, bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram dan dimurkai Allah.
Ketujuh: Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang ghibah dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah.
Mudah-mudahan Allah selalu menjauhkan kita dari perbuatan yang tidak terpuji ini, amin. (Aas/alsofwah)

Jumat, 13 April 2012

AMALAN AGAR MUKA BERSERI



amalan ini untuk sedulur semua yg mau mengamalkanya, untuk laki-laki
maupun perempuan, biar terlihat ganteng/cantik di pandang lawan
jenisnya.

“AMALANYA”
bismilahirahmanirahim holakod dunya minan nuuri walakho adama wa’tini
cahaya nur muhammad.

“CARA PENGAMALAN’NYA”
amalanya di baca 21x atau lebih, setiap selesai shalat fardu 5 waktu.

“AMALAN AGAR SELURUH TUBUH BERSINAR”

“AMALANYA”
bismilahirahmanirahim robbana at’mimlana nurrona waghfirlana innaka
ala kulli syai’in qadir.

“CARA MENGAMALKAN’NYA”
baca doa ini 3x tahan nafas, setiap anda akan mandi, bercuci muka, dan
menyisir. Untuk cara mengamalkan di sa’at anda mau mandi, anda baca
amalanya sambil di barengin dengan mengguyur seluruh tubuh dengan air,
begitu juga dengan mencuci muka dan menyisir. RITUAL DI LAKUKAN SAMPAI
BERHASI.

“AMALAN AGAR TANGAN TIDAK PERNAH SEPI DARI UANG”

ini adalah amalan rahasia para kiayi agar uang tiada habis-habisnya
selalu menjumpai kita, selalu ada saja rejeki yg tidak terguga
menjumpai kita, INTINYA ingsya allah jika anda mengamalkan amalan ini
setiap tahunya anda tidak akan pernah kehabisan uang.

“AMALANYA”
bismilahirahmanirahim muhammadun rosulullahi shollallahu alaihi
wassalam, ahmadur rosulillahi shollallahu alaihi wassalam. “CARA MENGAMALKAN’NYA”
amalanya di baca pada malam jumat terakir di bulan rajab, dan amalanya
di baca 35x.


Label